Jumat, 21 Maret 2014

ANALISIS KARYA SASTRA

Pada Suatu Hari Nanti
Karya: Sapardi Djoko Damono
Pada suatu hari nanti
Jasadku tak akan ada lagi
Tapi dalam bait-bait sajak ini
Kau takkan kurelakan sendiri
Pada suatu hari nanti
Suaraku tak terdengar lagi
Tapi di antara larik-larik sajak ini
Kau akan tetap kusiasati
Pada suatu hari nanti
Impianku pun tak dikenal lagi
Namun disela-sela huruf sajak ini
Kau takkan letih-letihnya kucari
(1991)
Hujan Bulan Juni, merupakan salah satu kumpulan puisi dari penyair terkenal Sapardi Djoko Damono, yang isinya semua karya yang telah dibuat Sapardi Djoko Damono selama 30 tahun, antara tahun 1964 sampai dengan tahun 1994. Di antara puisi-puisi yang terkenal dalam Hujan Bulan Juni  yaitu, Pada Suatu Hari Nanti, Lanskap, Kita Saksikan, Dalam Diriku, dan banyak lagi.
Sapardi Djoko Damono banyak mendapakan pujian karena kesederhanaannya dalam menggunakan kata-kata di dalam puisi-puisinya, namun mampu memberikan imajinasi luas dan bercita rasa tinggi. Seperti dalam cuplikan puisi di bawah ini.
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana:
dengan kata yang tak mampu diucapkan
kayu kepada api yang menjadikannya abu
(Aku Ingin, bait ke-I)
Sapardi Djoko Damono hanya menggunakan analogi sederhana seperti “kayu yang akan menjadi abu bila terbakar api” namun bermakna tinggi yaitu sebuah cinta yang tulus dan rela diperlakukan apa saja walau harus membuatnya sakit.
            Kesederhanaan sajaknya masih belum sebatas kata-kata, kesederhanaannya juga terdapat  pada beberapa bait yang dituliskan secara gamblang hingga orang awam pun bisa mengerti. Seperti pada sebait puisi di bawah ini.
Aku mencintaimu, itu sebabnya aku takkan pernah selesai mendoakan keselamatanmu.
(Dalam Doaku, bait ke-6)
Sangat sederhana, tapi siapa yang bisa menolak bahwa sebait di atas merupakan bait yang begitu romantis. Seseorang yang tak pernah lupa berdoa kepada Tuhan agar kekasih hatinya selalu berada dalam keselamatan dan juga kebahagiaan.
Namun bandingkan dengan puisi buatan penyair Sutardji Calzoum Bachri. Beliau memiliki ciri khas dalam membuat puisi yaitu membebaskan kata-kata hingga tidak lagi terikat dengan makna yang sebenarnya bahkan tidak sedikit kata-kata yang digunakan dalam puisinya tidak dapat diterjemahkan oleh kamus manapun. Hal ini justru membuat karya-karya sulit untuk dipahami orang awam. Misalnya seperti cuplikan puisi di bawah ini.
hei Kau dengar manteraku
Kau dengar kucing memanggilMu
izukalizu mapakazaba itasatali
tutulita papaliko arukabazaku kodega zuzukalibu
tutukaliba dekodega zamzam lagotokoco zukuzangga
zegezegeze zukuzangga zegezegeze zukuzangga
zegezegeze zukuzangga zegezegeze aahh...!
nama kalian bebas carilah tuhan semaumu
(Amuk, bait ke-II, baris ke 11-18)
            Setiap penyair memiliki banyak sumber inspirasi, Taufik Ismail, puisi-puisi beliau banyak terinspirasi dari keadaan politik dan budaya bangsa pada saat karya-karyanya ditulis. Misalnya kumpulan puisinya pada antologi puisi Malu (aku) Menjadi Orang Indonesia, atau yang lebih dikenal dengan MAJOI. Berbeda dengan Sapardi Djoko Damono, dalam menulis puisi, beliau banyak terinspirasi dari kehidupan manusia, seperti cinta, kematian, dan lain sebagainya.
            Puisinya yang berhubngan dengan kematian sangat terlihat pada puisi yang berjudul Pada Suatu Hari Nanti, di dalamnya penyair ingin menegaskan bahwa keabadian yang sesungguhnya tidak dihalangi oleh kematian. Seorang sastrawan akan mengabadikan namanya dalam hasil karyanya yang akan selalu dikenang sepanjang masa. Seperti William Shakespear, walaupun beliau telah meninggal dunia lebih dari seabad yang lalu, namun karya beliau seperti Romeo & Juliet masih dikenang dan dimainkan sampai sekarang. Tidak usah jauh ke luar negeri, di Indonesia siapa yang tidak mengenal Chairil Anwar dan salah satu karyanya yang termahsyur, Aku.
            Berbicara sedikit tentang puisi Chairil Anwar yang berjudul Aku (1943), sebenarnya ada sedikit kemiripan dengan puisi Pada Suatu Hari Nanti ini walaupun penyajiannya berbeda, yaitu sama-sama mengungkapkan tentang keabadian atau ambisi untuk hidup kekal. Dalam puisi Aku hal ini tersirat pada bait terakhir.
Aku ingin hidup seribu tahun lagi
(Aku, Chairil Anwar)
            Sapardi Djoko Damono dalam puisinya Pada Suatu Hari Nanti mengungkapkan keabadian tersebut dengan sangat sederhana mulai dari bait pertama hingga bait ketiga tidak ada yang berubah tentang tema keabadian yang ingin ia ungkapkan tersebut. Keabadian yang terlahir karena disetiap baris puisinya terjadi keterikatan emosional antara penulis dan karyanya, walaupun nantinya si penulis telah meninggal, akan tetapi emosi penulis masih terwakili dari setiap baris-baris puisinya, sehingga seolah-olah kita masih bisa merasakan penulis hidup dala setiap baris puisinya.
Pada suatu hari nanti
Jasadku tak akan ada lagi
Tapi dalam bait-bait sajak ini
Kau takkan kurelakan sendiri
(Pada Suatu Hari Nanti, bait ke-I)
Di baris pertama, sama dengan judul puisinya, sangat jelas bahwa penulis ingin menjelaskan sesuatu yang akan terjadi di masa depan. Apa yang terjadi di masa depan itu dijelaskan pada baris ke-2 “Jasadku tak akan ada lagi”. Kehidupan penulis dikiaskan dengan kata “jasadku” dan dilanjutkan dengan keterangan “tak akan ada lagi” yang dapat dengan jelas kita artikan sesuatu yang tak akan kembali. Sehingga dapat ditarik kesimpulan baris ke-2 menjelaskan tentang kematian sang penulis. Sedikit penjelasan tentang kata “jasad” tadi, “jasad” dikiaskan dengan kehidupan yang berhubungan dengan aktifitas fisik, missal menulis, membaca, dan lain sebagainya.
Di baris ke-3 “Tapi dalam bait-bait sajak ini” penulis ingin memberikan pengecualian  atau penentangan pada kematiannya itu, dan memulai mengutarakan pemikirannya tentang keabadian. Dan di baris ke-4 “Kau takkan kurelakan sendiri” maksudnya yang tidak direlakan penulis untuk sendiri adalah kata “jasad” tadi yang merupakan interprestasi dari kehidupan. Jadi dapat ditarik kesimpulan, baris ke-3 dan ke-4 penulis tidak merelakan kehidupannya terhenti hanya dikarenakan sebuah kematian (takkan kurelakan sendiri), untuk itu penulis menyelipkan kehidupannya di dalam setiap “bait-bait sajak” yang dapat diartikan sebuah karya sastra.
Pada suatu hari nanti
Suaraku tak terdengar lagi
Tapi di antara larik-larik sajak ini
Kau akan tetap kusiasati
(Pada Suatu Hari Nanti, bait ke-II)
            Selanjutnya, di bait kedua ini penulis semakin menegaskan bahwa kehidupannya tidak akan terhenti hanya dikarenakan kematian. Di baris pertama pada bait kedua ini masih sama dengan bait pertama tadi yaitu “pada suatu hari nanti” yang menyatakan sesuatu yang masih akan datang. Perbedaan mulai terlihat di baris ke-2 sampai ke-4. Di baris kedua “suaraku tak terdengar lagi” kehidupan yang di bait pertama dikiaskan dengan kata “jasad”, di bait kedua ini kehidupan dikiaskan dengan kata “suara”. Kehidupan di sini lebih pada tanda kehidupan yang berupa emosi, suara hati, dan apapun yang bersifat kebatinan. Dan disambung dengan penjelasan “tak terdengar lagi” yang berarti suara (kehidupan) tadi sudah tidak lagi bisa dirasakan oleh indera, yang berarti kematian.
            Kemudian di baris ke-3 dan ke-4 pada bait kedua,
tapi di antara larik-larik sajak ini
kau akan tetap kusiasati
(Pada Suatu Hari Nanti, bait ke-II, baris ke-3&4)
penulis kembali menegaskan pengecualian atau penentangan terhadap kematian tersebut, dengan meletakkan kehidupannya dalam setiap “larik-larik sajak” yang masih merupakan kiasan dari sebuah karya sastra hingga semakin kuatlah pemikiran beliau tentang pendapatnya tentang keabadian. Lalu di baris ke-4 “kau akan tetap kusiasati” maksudnya penulis akan melakukan apapun agar kehidupannya (suara hati, emosi penulis) tetap hidup dalam karya-karyanya hingga orang-orang yang mencintainya akan selalu merasakan kehadiran jiwa penulis walaupun penulis kelak sudah tiada.
Pada suatu hari nanti
Impianku pun tak dikenal lagi
Namun disela-sela huruf sajak ini
Kau takkan letih-letihnya kucari
(Pada Suatu Hari Nanti, bait ke-III)
            Baris pertama masih sama, “Pada suatu hari nanti” penegasan kembali tentang apa yang kelak akan terjadi. Kemudian dilanjutkan pada baris ke-2 “impianku pun tak dikenal lagi” kehidupan penulis dilambangkan dengan kata ”impian”. Maksudnya tanda kehidupan yang ditegaskan di sini adalah yang berbentuk keinginan, hasrat, cita-cita, dan apapun yang berhubungan dengan tujuan hidup penulis. Lalu dilanjutkan dengan penjelasan “tak dikenal lagi”, maksudnya kehidupan (impian) penulis sudah tidak lagi mengenal impiannya. Manusia tanpa sebuah mimpi sama saja dengan mati, begitulah penulis mengiaskan kematian di bait ketiga ini.
            Di baris ke-3 dan ke-4,
Namun disela-sela huruf sajak ini
Kau takkan letih-letihnya kucari
(Pada Suatu Hari Nanti, bait ke-III, baris ke-3&4)
Penulis semakin menegaskan pandangannya terhadap keabadian para penyair. Walaupun impiannya (kehidupan) tadi sudah tidak dikenal, namun penulis tetap mencarinya dan berusaha agar kehidupannnya kekal di dalam “sela-sela huruf sajak” yang merupakan kiasan dari karya-karyanya.
            Selain pandangannya terhadap “keabadian” tadi, jika kita lihat baris ke-3 dari setiap bait puisi Pada Suatu Hari Nanti secara tersirat penulis menunjukkan usaha yang pantang menyerah dalam melakukan sesuatu.
tapi dalam bait-bait sajak ini (bait ke-I, baris ke-3)
tapi di antara larik-larik sajak ini (bait ke-II, baris ke-3)
namun disela-sela huruf sajak ini (bait ke-III, baris ke-3)
            Mulai dari bait, dalam sebuah puisi cakupannya lumayan luas, saat penulis mengibaratkan “meletakkan” kehidupannya dalam sebuah bait hal ini mungkin tidak terlalu sulit. Kemudian di bait kedua digunakan kata larik, cakupannya mulai dipersempit, namun penulis tetap berusaha “meletakkan” kehidupannya dalam larik tersebut, dan tersirat hal ini lebih sulit dilakukan daripada yang di bait pertama, seperti penjelas pada baris berikutnya, “kau akan tetap kusiasati”. Dan terakhir, semangat pantang putus asanya penulis agar tetap abadi sangat terlihat ketika penulis “meletakkan” kehidupannya di sela-sela huruf, yang mengibaratkan sesuatu yang sangat sulit untuk dilakukan karena dalam puisi, sela-sela huruf  ruang lingkupnya sangat kecil.

             Jadi pada akhirnya dapat kita ketahui bahwa keabadian itu nyata, walaupun ada kematian, keabadian dapat kita buat melalui karya-karya indah, atau kebaikan-kebaikan yang selalu dapat dikenang oleh orang-orang setelah kita. Selain itu jika kita mengaji puisi ini dari sudut pandang sebuah cinta, penulis juga meletakkan sebuah pesan kesetiaan dalam cinta yaitu “orang-orang yang mencintai kita akan selalu ada dan membuat kita abadi di setiap hati orang yang mencintai kita walaupun kita sudah meninggal dunia”.
            Namun untuk mendapatkan keabadian tersebut, Sapardi Djoko Damono tidak lupa berpesan bahwa keabadian hanya didapatkan dengan perjuangan dan sikap pantang menyerah. Karena tidak ada yang instan di dunia ini untuk membuat nama kita selalu dikenang sepanjang masa dan abadi.



 referensi :
http://latifalalabolla.blogspot.com/2012/12/puisi-pada-suatu-hari-nanti-karya.html

Jumat, 14 Maret 2014

Kebudayaan Jepang

Di Jepang, terdapat banyak jenis festival musim panas yang terkait dengan budaya dan adat tradisional, jumlahnya tidak terhitung. Di postingan kali ini, kami akan memperkenalkan beberapa festival besar dan terkenal untuk pariwisata Jepang.
Bagi teman-teman Jepang: Silahkan saling berbagi informasi kepada teman-teman Indonesia mengenai festival-festival lokal yang menarik dari daerah kalian.

  • Tiga festival musim panas terbesar di Tohoku  
①    Festival musim panas diselenggarakan di berbagai daerah di perfektur Aomori pada awal bulan Agustus. Festival ini pertama kali diselenggarakan pada abad ke 18.
Dua festival yang terkenal adalah Aomori Nebuta dan Hirosaki Neputa yang juga tercatat sebagai “Important Intangible Cultural Heritage” pada tahun 1980.
         
                       Aomori Nebuta                  Hirosaki Neputa
Nebuta adalah 3 dimensi sedangkan Neputa berbentuk kipas dimana bagian depan disebut dengan Kagami-E dan bagian belakang disebut Miokuri-E yang dihias dengan lukisan.

②    Festival Akita Kantou diselenggarakan di kota Akita, Perfektur Akita pada tanggal 3-6 Agustus. Festival ini memiliki sejarah lebih dari 250 tahun yang lalu.
Bentuk dari Kantou menyerupai batang padi dimana lentera-lentera dirangkai seperti jerami dengan serangkaian padi. Orang-orang membawa Kantou di dahi, di pundak atau pinggang sambil berdoa untuk panen yang melimpah. Jenis Kantou Owaka adalah yang terbesar dengan 46 lentera dan beratnya kira-kira 50kg. 
                
            
③    Festival Tanabata di Sendai
Festival budaya Tanabata di kota Sendai, Perfektur Miyagi adalah festival Tanabata terbesar di Jepang. Festival ini diselenggarakan pada awal bulan Agustus (bulan Juli pada kalender Qamariyah).
Festival ini mulai terkenal pada abad ke 16 yang dipelopori oleh raja feudal Date Masamune. Hiasan yang dipakai saat ini berasal dari gaya Edo. Festival ini diselenggarakan untuk memanggil arwah Dewa Ladang Padi.
Dalam sejarah festival Tanabata, terdapat legenda sebuah cerita cinta antara Ori-hime dan Kengyu, mereka hanya bisa bertemu sekali dalam setahun yaitu pada hari Tanabata.
                   
 from 仙台七夕協賛会ギャラリー 
  • Tokyo
Hal yang paling menarik di Tokyo adalah menara penyiaran tertinggi di dunia “Tokyo Sky Tree” dan pesta kembang api di sungai Sumida.
   

  • Kyoto
Gion Matsuri adalah festival musim panas kuil Yasaka yang merupakan salah satu festival terbesar di Jepang selain Osaka Tenjin Matsuri dan Tokyo Kanda Matsuri. Festival ini memiliki sejarah yang panjang dari 1,100 tahun yang lalu dan pastinya sangat mengagumkan.
  

  • Osaka
Tenjin Matsuri telah menyebar luas dari Kuil Tenjin atau TenmanGu ke seluruh Jepang. Festival ini dirayakan untuk Sugawara Michizane yang dinobatkan sebagai Dewa Pengetahuan (God of Studies).
Osaka Tenman-gu adalah kuil ternama dan menyelenggarakan festival ini sekitar tanggal 25 Juli bertepatan dengan hari kematiannya. Festival ini juga memiliki sejarah yang panjang kira-kira lebih dari 1,000 tahun yang lalu.  
               
from Osaka Tenmangu’s Website

  • Shikoku
①   Pulau Shikoku terdiri dari 4 perfektur yaitu Tokushima, Kagawa, Ehime dan Kochi. Terdapat banyak sekali festival musim panas di Pulau Shikoku ini dan hampir semua festival ini memiliki potensi yang bagus untuk pariwisata.
Tokushima Perfektur (dulu disebut Awa) adalah tempat lahirnya tari Awa “Awa Odori” yang termasuk dalam festival BON. Sejarah festival ini ada sejak 400 tahun yang lalu biasanya diselenggarakan pada bulan Agustus, khususnya di kota Tokushima, penyelenggara Awa Odori terbesar kemudian menyebar ke seluruh area di Jepang. 
Tim Odori (tim tarian) disebut sebagai Ren. Ada banyak sekali tim Ren, baik penonton maupun penari sama-sama bersemangat dan menyukai festival Awa Odori ini.
     

②   Yosakoi Matsuri adalah festival musim panas yang diselenggarakan di Perfektur Kochi (dulu disebut Tosa) pada tanggal 9-13 Agustus di kota Kochi.
Kota Kochi adalah sister city Surabaya, Indonesia. Pada akhir bulan Juni, diselenggarakan festival Yosakoi di Surabaya. 
  
                                                                                                                   Surabaya             
  • Kyushu & Okinawa
①    Di Kyushu juga terdapat banyak fesitval musim panas. Berikut kami perkenalkan satu festival yang paling membangkitkan semangat yaitu Kokura Gion Daiko. Festival ini diselenggarakan pada bulan Juli di Kota Kita Kyusyu, Perfektur Fukuoka. Festival ini pertama kali digelar pada tahun 1618 kira-kira 390 tahun yang lalu. Festival besar lainnya di Fukuoka yaitu Hakata Gion Yamagasa dan Tobata Gion Ooyamagasa.
     

②    Festival untuk menyambut pulangnya roh nenek moyang pada bulan Juli di Okinawa. Anak-anak muda menari dan memukul drum sambil meneriakkan “Ei-Sa-“. Festival semacam ini juga diselenggarakan di negara lain di Asia.
      

Uniknya Budaya Perayaan Tahun Baru di Jepang
お正月 ‘Oshougatsu’
Perayaan tahun baru di Jepang tidak hanya dilakukan dengan pesta-pesta, tetapi juga dengan melakukan kegiatan atau ritual-ritual yang bersifat religius sebagai bentuk penghormatan kepada Dewa.
Kegiatan penyambutan tahun baru dimulai sejak dua minggu sebelum pergantian tahun:
大掃除 ‘Ousouji’ atau pembersihan, Pemasangan 飾り ‘Kazari’ atau hiasan, Mempersiapkan makanan khas tahun baru 御節料理 ‘Osechi Ryouri’ , Berkirim 年賀状 ‘Nengajou’ atau kartu ucapan tahun baru serta beberapa Ritual religius
Di kalangan masyarakat Jepang お正月 'Oshougatsu' lebih dikenal sebagai periode liburan tiga hari di awal tahun, yaitu tanggal 1, 2, dan 3 Januari.

Perayaan Bon Odori di Musim Panas

Kata O-Bon berasal dari kata sanskrit urabon (urabana yang artinya 'digantung terbalik'; pederitaan yang sangat mendalam). Upacara peringatan arwah O-Bon konon bermula pada kisah yang berasal dari Buddhisme berikut ini. Alkisah salah seorang dari 10 murid utama Budha, orang suci Mokuren, dengan kemampuan ajaibnya mencoba melihat keadaan kedua orangtuanya. Didapatinya, ibunya telah terlahir kembali ke dunia hantu lapar; tidak bisa makan-minum, bentuknya pun tinggal tulang dan kulit saja. Mokuren tentu saja merasa sangat sedih. Sambil menangis dia datang mengadu kepada Buddha. Buddha memberi petunjuk kepadanya untuk melakukan sembahyangan arwah dengan sesajen berikut ini agar arwah leluhur dapat diselamatkan dari siksaan neraka. Sesajennya berupa: beras, hyakumi (banyak macam minuman dan makanan), 5 macam buah-buahan, air, lampion dan perlengkapan tidur (baju tidur, selimut,ddl.). Dari situlah asal mulanya upacara peringatan arwah secara Buddhis.

Makna Ungkapan Terimakasih dalam Masyarakat Jepang



Dunia ini tidak akan terasa indah jika tanpa ada hadirnya kebaikan dari para manusia. Wujud kebaikan yang telah dilakukan dari orang satu ke orang yang lain, entah itu didasari dengan tujuan tertentu atau hanya dengan keikhlasan semata akan memunculkan uangkapan terimakasih sebagai wujud rasa terimakasih atas kebaikan yang diberikan tersebut. Di manapun kita tinggal, dimanapun kita hidup dimanapun kita hidup, ungkapan terimakasih tidak bisa dilepaskan dari kehidupan sehari-hari. Jika di Indonesia kita bisa menjumpai ungkapan terimakasih dalam beragam ungkapan yang dipengaruhi dialek misalnya “terimakasih”, “matursuwun”,

Kebiasaan Menikmati Keindahan Bunga di Jepang

OhanamiKali ini I'Mc Center Surabaya hadir dengan info baru seputar keberadaan bunga di masyarakat Jepang yang selalu dinikmati keindahannya. Sejak dahulu kala bangsa Jepang selalu menghargai alam dan berusaha hidup selaras dengan alam. Bunga khususnya, mendapat tempat tersendiri dalam kehidupan orang Jepang. Coba kita lihat seni merangkai bunga ikebana yang bersifat alami, kebiasaan menikmati keindahan bunga yang dikenal dengan istilah hanami, adanya berbagai festival yang menonjolkan bunga, seperti festival bunga krisan, pekan bunga asagao (morning glory),dll. Bunga yang paling dikenal pastinya adalah bunga sakura, yang disebut-sebut sebagai salah satu “tanda pengenal Jepang”.

cara Tahunan di Jepang 年中行事 Nenchuugyouji

Masyarakat Jepang adalah masyarakat tradisional yang modern. mengapa disebut demikan? hal ini dikarenakan masyarakat Jepang tetap memegang kuat tradisi budaya tradisionalnya di tengah-tengah kemodernan yang mereka miliki. Dari hal ini bisa kita lihat bahwa masyarakat memiliki keselarasan dalam mejalani kehidupannya, selayaknya konsep wa yang berarti "keharmonian". Oleh karena itu, masyarakat Jepang berusaha semaksimal mungkin menyeimbangkan unsur budaya modern dan budaya tradisional yang ada di Jepang mulai dahulu hingga sekarang.
Salah satu bagian dari budaya tradisional tersebut adalah Acara tahunan atau disebut dengan 年中行事 nenchuugyouji. Acara tahunan ini ada beragam macamnya, antara lain:
お正月 oshougatsu Tahun Baru (1月1日~3日)Perayaan dimulainya tahun baru. Orang-orang pergi ke kuil Shinto dan Budha demi keselamatan dan kebahagiaan mereka ditahun berikutnya. Kartu pos tahun baru diterima pada tanggal 1 Januari.



 
 

Origami

Apakah Origami Itu?
Hingga abad 21 sekarang ini, kita sudah tidak asing lagi dengan istilah Origami. Meskipun demikian, dalam tulisan kali ini akan dibahas dari awal lagi mengenai “Apakah Origami itu?” agar pemahaman kita lebih jelas lagi. Origami berasal dari kata 折る ‘oru’ yang berarti “melipat” dan kata 紙 ‘kami’ yang berarti kertas. Sehingga jika kedua kata ini digabungkan akan menghasilkan arti “kertas lipat” atau “lipatan kertas”.Origami merupakan seni melipat kertas yang berasal dari China pada sekitar abad ke-7 yang kemudian di populerkan di negara Jepang, sehingga, terkesan bahwa Origami memang betul-betul asli dari negara Jepang. Meskipun demikian, Origami sudah menjadi salah satu bagian budaya tradisional yang sudah mendarah daging di seluruh masyarakat Jepang. Hal ini bisa dilihat bahwa pda kenyataannya Origami sering diajarkan pada siswa-siswi mulai di sekolah-sekolah mulai dari tingkat dasar. Selain itu, bukti bahwa masyarakat Jepang sangat mencintai Origami adalah, mereka selalu melakukan inovasi dan improvisasi yang kreatif dalam menghasilkan beragam bentuk lipatan Origami yang sangat tinggi nilai seninya.
Sejarah Origami
Kertas yang pertama kali digunakan untuk membuat Origami dinamakan kertas Washi. Kertas Washi yang lembut dan indah ini pertama kali diciptakan pada awal abad ke-7 dan merupakan hasil China dalam pengembangan metode pembuatan kertas yang masuk ke Jepang. Penemuan Washi menghasilkan berbagai benda kebudayaan dan salah satunya adalah Origami.
Terkadang ada pertanyaan tentang “Kapan Origami pertama kali dipraktekkan?” yang agak sulit dijawab berdasarkan dengan bukti-bukti peninggalan sejarah yang ada. Hingga saat ini, tidak cukup banyak dokumentasi yang ditemukan, sehingga sulit untuk mengatakan secara pasti kapan Origami pertama kali dipraktekkan oleh masyarakat. Namun, sebagaimana kertas Tatou, kertas origami dikatakan telah digunakan secara praktis untuk membungkus berbagai benda sejak abad ke-10.
Pada kenyataannya, memang ada yang menyatakan bahwa selain Jepang, Origami berasal dari China dan Spanyol. Di Eropa, teknik pembuatan kertas sudah ada di abad ke-12, dan mereka juga bermain Origami dengan cara sendiri. Tapi, bagaimanapun juga, kiranya cukup adil untuk mengatakan bahwa Jepanglah yang paling aktif mengembangkan seni Origami dan sekaligus menjaga bilai-nilai kesenian yang tradisional hingga sampai pada era modern. Itulah mengapa, jika disebut kata Origami maka secara otomatis kita akan mengidentikannya dengan negara Jepang sebagai asal kesenian ini.

Apakah Lem atau Gunting Tidak Digunakan Dalam Origami?
Menggunakan lem merupakan hal yang tidak aneh dalam Origami. Lem digunakan untuk menyatukan dua hal yang terpisah atau untuk menguatkan bagian-bagian tertentu. Seiring berjalannya waktu, bentuk dari satu karya Origami dapat menjadi hancur, sehingga untuk menjaga bentuknya diperlukan penggunaan lem untuk menguatkan bagian0bagian kertas yang digunakan.
Ada banyak beberapa contoh di mana gunting digunakan pada karya klasik atau tradisional. Kini, diantara para penggemar Origami, ada juga yang tetap mempertahankan pemikiran dimana penggunaan gunting tidak diperbolehkan, dan yang paling baik adalah menyeleseikan satu kreasi origami hanya dengan menggunakan selembar kertas bujur sangkar. Ha ini didasari oleh hakikat menjaga ketradisionalan Origami itu sendiri yang benar-benar hanya mengandalakan lipatan pada kertas tanpa menggunakan alat potong dan alat tempel. Namun seiring dengan perkembangan Origami dari waktu ke waktu yang dikembangkan dengan penuh inovasi dan kreasi oleh tangan-tangan modern hingga menghasilkan bentuk Origami yang mengagumkan, maka alat bantu gunting dan lem memiliki peran dalam proses penciptaannya.
Origami Bangau – Sebuah Simbol Perdamaian (Kisah 1000 Bangau)
Kisah 1000 bangau ini bermula dari kisah seorang gadis kecil benama Sadako Sasaki (1943-1955) berusia 10 tahun. Pada saat itu dan mengalami sakit akibat dari pemboman Hiroshima. Sadako percaya bahwa ia akan sembuh dengan doa yang ia selipkan pada Origami bangau yang dibuatnya hingga mencapai jumlah 1000 buah. Namun, Tuhan berkehendak lain karena Sadako akhirnya meninggal pada usia 12 tahun.
Kisah yang menyayat hati ini diceritakan dalam berbagai versi hingga menyebar ke seluruh dunia. Di Hiroshima Peace Memorial Park dibangun monumen Perdamaian Anak yang menggambarkan Sadako dihiasi dengan ribuan kalung bangau dari seluruh dunia. Kini, 1.000 bangau tidak hanya menjadi doa agar harapan seseorang terkabul, namun juga sebagai simbol doa untuk perdamaian.
Dalam kehidupan sehari-hari saat ini, kepercayaan tentang dengan membuat 1.000 buah Origami bangau bisa mewujudkan harapan masih bertahan di masyarakat. Biasanya 1.000 buah Origami yang dibuat diharapkan bisa mewujudkan harapan lulus ujian, keselamatan, mewujudkan cita-cita dan lain-lain. Namun pada intinya, mereka tidak hanya berdiam diri dalam usaha mewujudkan harapan dan keinginannya hanya dengan membuat 1.000 Origami bangau saja, mereka juga tekun berusaha. Sehingga dengan membuat 1.0000 Origami bangau mereka bisa menyelipkan doa dan membulatkan tekad berulang-ulang kali hingga menghasilkan 1.000 buah bangau, hingga keinginan dan harapannya terwujud.
Esensi Origami
Bagi orang yang baru mengenal istilah Origami atau baru saja belajar membentuk sebuah wujud dari pola Origami, kemungkinan besar hanya menganggap Origami hanya sebuah hiburan atau permainan dari kertas. Namun sebenarnya, ada banyak esensi yang dimiliki oleh Origami itu sendiri. Dengan penciptaan sebuah bentuk Origami , seseorang diharapkan belajar sikap yang luwes yang tercermin dalam keluwesan kertas yang dilipat sesuai pola yang ada, keterampilan yang tercermin dalam pembentukan wujud Origami yang beragam, kesabaran yang tercermin dalam tiap lekukan dan lipatan yang detail hingga membentuk sebuah wujud kreasi Origami yang indah. Dari sikap ini akan membentuk pola pikir manusia yang luwes dalam menyikapi permasalahan dalam hidup, terampil dalam menghasilkan ide-ide cemerlang dan tidak hanya memandang sebuah masalah kehidupan hanya dari satu sisi saja, serta kesabaran yang diperlukan manusia dalam menekuni suatu hal yang dilakukan dalam hidupnya hingga menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi hidupnya dan hidup orang lain.
Keseluruhan sikap yang dituntut dikuasai oleh seseorang yang sedang ber Origami ini bisa dirangkum dalam satu wadah konsep yang disebut dengan 和 ‘wa’ yang memiliki arti “harmoni”. Harmoni juga bisa diartikan sebagai keselarasan dan keserasian. Coba kita perhatikan dari awal pembentukan sebuah karya Origami yang diawali dengan penggunaan kertas bujur sangkar yang pasti panjang setiap sisinya berukuran sama. Kemudian setiap lipatan didasarkan pada pedoman pembagian garis lipatan horizontal dan vertikal serta pola-pola lipatan lain yang harus seimbang. Jika keseimbanagan lipatan diabaikan, maka sebuah bentuk Origami yang indah tidak akan terwujud.
Oleh karena itu, sangat benar jika Origami memiliki esensi menjaga keharmonian. Inilah yang terdapat dalam konsep kehidupan orang Jepang yang selalu menjaga keharmonian dalam kehidupannya. Meskipun pada kenyataannya orang Jepang banyak yang tidak mematuhi peraturan agama serta lebih mengedapankan rasional daripada keputusan Tuhan. Mereka berusaha menciptakan hidup yang harmoni, selaras dan serasi dalam kehidupan sehari-hari. hal ini bisa kita lihat dalam kebiasaan hidupnya yang disiplin, mampu menghargai karya orang lain dengan baik, menghargai waktu dengan seksama, memiliki toleransi yang tinggi dalam kesehariannya, mampu menghormati orang lain pada tempatnya yang diwujudkan dalam budaya Ojigi,penggunaan bahasa sopan keigo, sonkeigo dan kenjogo, konsentrasi penuh dengan apa yang dikerjakannya hingga menghasilkan sesuatu yang bermanfaat, tekun dan terampil dalam bekerja, cenderung dinamis dalam mengembangkan pola pikir ke arah yang positif, serta menjaga sisi ketradisonalan negara Jepang meskipun di tengah era modernisasi yang kian memuncak misalnya pengadaan festival atau matsuri, seni minum teh chanoyu, seni merangkai bunga ikebana dan masih banyak lagi ketradisionalan yang mereka jaga hingga saat ini. Dengan mewujudkan semua aspek kehidupan ini, masyarakat Jepang yakin keharmonian hidup yang tercipta akan semakin indah adanya.
Bagi para pelajar atau masyarakat umum yang berminat dengan Origami, I'Mc Center Surabaya menyediakan kelas kursus Origami. Kelas Origami I'Mc Center Surabaya dibuka dua kali dalam satu minggu. Bagi yang berminat bisa langsung mendaftarkan diri untuk masuk kelas kursus Origami, head office I'Mc Center Surabaya yang beralamatkan di Lotus Regency F7 Jl. Ketintang Baru Selatan I
Surabaya 60231
Tlp. 031-8299052, Fax. 031-8299053

Filosofi Sadō 茶道


Upacara minum teh yang di Jepang dikenal dengan istilah sadō atau chanoyu, telah dihargai sebagai sebuah seni yang lebih disukai oleh wanita. Namun, dalam perkembangan trendnya, sejumlah kaum pria mampir di sebuah salon upacara minum teh dalam perjalanan mereka sepulang dari kantor. Kelas-kelas yang mengajarkan kebudayaan Jepang lainnya seperi ikebana (seni merangkai bunga) dan instrumen musik tradisional seperti samisen kini juga menarik lebih banyak perhatian pria. Gambaran keseluruhannya adalah para pria ini kembali mendatangi seni tradisional yang telah mendukung Jepang secara spirit sekian lama.

Dasar dari Sadō (yang artinya the way of tea) terletak pada kebiasaan sederhana merebus air, menyiapkan bubuk teh hijau, menyajikannya kepada tamu dan meminumnya sendiri. Dalam sejarahnya lebih dari 5 abad, the way of tea itu sendiri tergabung dalam filosofi Budha Zen dan diilhami dalam sebuah semnagat yang halus. Sadō juga telah mengambil sebuah karakter seni yang tinggi, bersyukur pada pengejaran akan keindahan dan peralatan yang tua dihargai dan ditangani dengan sangat hati-hati sehingga mereka tidak akan kehilangan kilaunya sepanjang masa. Etika dari sadō adalah rinci dan pasti, namun dalam dan tidak mudah dipahami.

Filosofi sadō digambarkan dalam istilah yang disebut dengan wakei-seijaku. Wa menandakan membuka hati satu dengan yang lainnya dan kemudian menjadi ramah. Kei mewakili saling menghormati, Sei menggambarkan kebersihan dan kemurnian, tidak hanya pada hal-hal yang dapat dilihat mata namun juga pada spirit. Jaku menunjukkan tetap tenang dalam situasi apapun. Wabi dan sabi adalah dua kata yang terkenal dan setara dengan the way of tea. Wabi menyatakan ide daripada kemurnian jiwa dibandingkan dipenuhi dengan kesenangan jasmani. Sabi merujuk pada keluruhan masyarakat dunia dimana seseorang mencari kesederhanaan, kemurnian dan jalan-jalan keluhuran hidup.

Ichigo-ichie adalah ekspresi terkenal lainnya dalam sadō. Itu berarti baik yang menjamu dan tamu yang jamu, harus mengambil bagian dalam upacara dengan sepenuh hati, mengingat bahwa hidup selalu berubah dan tidak pasti. Upacara jamuan teh yang dilakukan pada suatu hari yang khusus, merupakan peristiwa yang unik dan tidak akan pernah terjadi lagi.

Diwariskan dari generasi ke generasi lewat praktek beragam sekolah teh di Jepang, prinsip-prinsip tersebut telah lama menjadi pilar penting dalam semangat Jepang. Ketertarikan yang ditunjukkan para businessman di abad 21 terhadap jamuan teh mendemonstrasikan hubungan prinsip-prinsip ini tanpa mengenal waktu.Seperti sadō berkembang di bawah perlindungan samurai yang mencari kesembuhan spiritual dan latihan ketika mereka cemas karena peperangan atau saat kehilangan arah, maka tidaklah mengejutkan jika pria Jepang kembali ke ruang teh untuk mendapatkan semangat yang sama.

Upacara sado dilakukan secara lembut dan seksama pada setiap gerakan dalam keheningan. Inilah esensi dari sado, dimana penemuan ketenangan jiwa adalah tujuan utamanya.

清らかな静寂のなかで、一碗の茶を味わうとき、心は広くて自由な世界へ解き放たれる
Di antara keheningan murni, ketika Anda mencicipi semangkuk teh, pikiran akan dicurahkan ke dunia luas bebas.

Jepang, Negeri Festival

Di Jepang di berbagai tempat dan daerah, musim demi musim, terdapat beraneka ragam festival atau Matsuri. Festival-festival demikian masing-masing punya keistimewaan tersendiri, dan ada yang sejarahnya sudah cukup panjang. Berikut ini kami perkenalkan beberapa festival yang diselenggarakan di sejumlah daerah di Jepang. Sayang sekali kami tidak bisa memperkenalkan semua festival karena sangat banyak ragamnya.
Sapporo Yuki Matsuri (Hokkaido)
Festival salju Sapporo mulai diselenggarakan pada tahun 1500, setiap tahun dimulai pada bulan Februari bertempat di kota Sapporo di Hokkaido. Dalam festival ini, para peserta membangun karya seni pahatan salju yang besar-besar, berbeantuk bangunan, heawan, atau tokoh-tokoh ternama. Festival ini merupakan festival berskala besar yang dikunjungi oleh sekitar 2juta orang wisatawan baik wisatawan
Jepang sendiri maupun luar negeri.
http://www.imccsub.com/tentang-jepang